Pembahasan sebelumnya telah memaparkan
tentang sosok Abdul Haris Nasution. Sosok yang berani melakukan perlawanan
terhadap PKI. Bahkan, sempat akan dibunuh oleh PKI, namun berhasil meloloskan
diri. Meskipun berhasil meloloskan diri, namun harus rela kehilangan nyawa
putrinya, Ade Irma Suryani.
Pembahasan kali ini akan memparkan
tentang peristiwa G 30 S/ PKI. Peristiwa yang terjadi di penghujung masa
Demokrasi Terpimpin. Di mana pada saat itu negara RI sedang dilanda krisi
sosial – politik dan ekonomi yang sangat memprihatinkan.
Kondisi tersebut justru menjadi
kesempatan untuk PKI dan simpatisannya dalam rangka memperluas pengaruhnya. Keberadaan
pemberlakuan doktrin Nasakom turut meningkatkan kedudukan PKI dalam percaturan
politik RI.
PKI menilai Angkatan Darat merupakan
penghalang utama untuk menjadikan negara Indonesia mejadi negara komunis. Kemudian,
PKI merencanakan tindakan untuk menghabisi perwira Angkatan Darat.
Pada tanggal 30 September 1965, PKI mulai
melancarkan aksinya yaitu gerakan perebutan kekuasaan. Gerakan yang dipimpin
oleh Letkol Untung Sutopo. Untung Sutopo merupakan Komandan Batalion I Resimen
Cakrabirawa.
Pada tangal 1 Oktober 1965, pada dini
hari, pasukan pemberontakan menyebar di segenap penjuru Jakarta. Mereka telah
berhasil membunuh dan menculik enam perwira tinggi Angkatan Darat.
Keenam perwira Angkatan Darat tersebut,
yang telah menjadi keganasan PKI yaitu
1.
Letnan Jenderal
Ahmad Yani
2.
Mayor Jenderal
R. Suprapto
3.
Mayor Jenderal
S. Parman
4.
Mayor Jenderal
M.T Haryono
5.
Brigadir Jenderal
D.I Panjaitan
6.
Brigadir Jenderal
Sutoyo Siswomihardjo
Jenderal Abdul Haris Nasution (yang
telah dibahas biografinya secara singkat) juga menjadi sasaran utama PKI. A.H
Nasution merupakan Menteri Kompartemen atau Kepala Staf Angkatan Bersenjata. Namun,
A.H Nasution berhasil untuk meloloskan diri dari upaya penculikan.
Sayangnya, puterinya Ade Irma Suryani justru
meninggal, setelah peluru dari penculik ayahnya menembus ke tubuhnya. Selain,
Ade Irma Suryani, tewas pula Lettu Pierre Andreas Tendean. Ia merupakan ajudan
dari A.H Nasution yang dibunuh karena melakukan perlawanan pada PKI.
Demikian juga nasib yang dialami oleh
Brigadir Polisi Satsuit Tubun yang tewas, pada saat mengawal rumah miliki Wakil
Perdana Menteri II Dr. J. Leimena. Rumahnya berdampingan dengan rumah Jenderal
A.H Nasution.
Keberhasilan PKI dalam membunuh beberapa
perwira Angkatan Darat, membuatnya mampu menguasai dua sarana komunikasi vital.
Sarana komunikasi tersebut yaitu studio RRI di Jalan Merdeka dan Kantor
Telekomunikasi yang berada di Jalan Merdeka Selatan.
Melalui studio RRI, PKI menyiarkan
pengumuman tentang gerakan 30 September. Pengumuman tersebut berisi tentang.
1.
PKI telah
melakukan gerakan yang ditujukan pada para perwira tinggi anggota “Dewan
Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah.
2.
Mengeluarkan dekrit
pembentukan “Dewan Revolusi” yang terdiri dari 45 orang yang diketuai oleh
Letkol Untung Sutopo dengan wakil – wakil ketua Brigjen. Supardjo, letkol,
(Udara) Heru, kolonel (Laut) Sunardi, dan Ajun Komisaris Besar Polisi Anwas.
3.
Mendemisioner Kabinet
Dwikora.
4.
Mengahapus
pangkat jenderal dan pangkat perwira tertinggi dalam ABRI dan menggantinya
dengan letnan kolonel. Mereka yang berpangkat di atas letnan kolonel harus
menyatakan kesetiaannya pada Dewan Revolusi untuk selanjutnya berhak memakai
tanda pangkat letnan kolonel.
Adapun bintara dan
tamtama ABRI yang ikut dalam melaksanakan Gerakan 30 September, pangkatnya
dinaikkan satu tingkat dan yang ikut gerakan pembersihan Dewan Jenderal
dinaikkan dua tingkat.
PKI juga melakukan pembunuhan pada
Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono di daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.
Kolonel Katamso merupakan Komandan Korem 072/ Yogyakarta dan Letnan Kolonel
Sugiyono merupakan kepala staf Korem 072/ Yogyakarta.
Kedua tokoh tersebut diculik pada sore
hari, pada tanggal 1 Oktober 1965 oleh pemberontak PKI dari Batalion “L” di
Desa Kentungan. Kedua perwira tersebut dibunuh, disebabkan telah menolak secara
tegas untuk berhubungan dengan Dewan Revolusi.
sumber:
Kurnia, A dan Suryana, M. 2007. Sejarah 3 SMP Kelas IX. Jakarta:
Yudhistira.