Sebelumnya
telah dipaparkan tentang pemberontakan DI/ TII di Jawa Barat. Pemberontakan yang
dipimpin oleh Kartosuwiryo ini, terjadi di daerah Jawa Barat. Pemberontakan yang
terjadi ini karena didasari oleh keinginan untuk membentuk Negara Islam Indonesia.
Selanjutnya,
kita akan memberikan pemaparan tentang pemberontakan lain yang pernah terjadi
di Indonesia. Pemberontakan ini merupakan pemberontakan PKI di Madiun pada
tahun 1948.
Munculnya
pemberontakan PKI Madiun 1948 ini berhubungan erat dengan kembalinya tokoh Muso
dari Moskow, Uni Soviet. Selain itu, juga berhubungan dengan upaya Amir
Syarifuddin untuk menjatuhkan kabinet Hatta.
Muso
kembali ke negara Indonesia untuk mengemban tugas dari Komunis Internasional atau
komintern untuk merebut Indonesia dari tangan kaum – kaum nasionalis. Muso datang
ke Indonesia pada bulan Agustus 1948, setelah sebelumnya bermukin di Moskow,
sejak 1926.
Sesampainya
di Indonesia, Muso mendekati tokoh – tokoh yang berpaham sosialis. Muso menyampaikan
suatu jalan baru dari perjuangan yang harus ditempuh oleh setiap orang yang
menganut paham – paham sosialis komunis.
Jalan
baru yang dimaksud yaitu memutuskan kerja sama dengan golongan imperialis atau
penjajah. Kemudian, menggantikan arah politik dengan anti –imperialis di bawah
pimpinan komunis.
Tokoh
– tokoh yang didekati oleh Muso, antara lain tokoh dari Partai Sosialis
Indonesia, Pesindo, Partai Buruh, dan SOBSI. Meskipun, partai –partai itu
sebelumnya telah menggabungkan diri dalam Front Demokrasi Rakyat disingkat FDR.
FDR
tersebut dibentuk di Surakarta, pada tanggal 26 Februari 1948. FDR tersebut di
bawah pimpinan Amir Syarifuddin yang bersikap anti-pemerintah.
FDR
menempatkan diri sebagai oposisi Kabinet Hatta. FDR ini dibentuk setelah
Kabinet Syarifuddin jatuh. Penyebab jatuhnya Kabinet Syarifuddin yaitu tidak
memperoleh dukungan lagi setelah penandatanganan Perjanjian Renville.
Rencana
untuk merebut kekuasaan dimulai dengan demonstrasi. Selain itu, juga tindakan –
tindakan pengacauan di kota Solo. Tindakan tersebut antara lain penculikan dan
pembunuhan tokoh yang dianggap musuh.
Kemudian,
FDR bergabung dengan PKI, berkat kelihaian Muso. Setelah merasa kuat,
selanjutnya Muso melakukan politik adu domba antar-golongan. PKI juga memimpin
dalam pemogokan buruh di daerah Jawa dan Sumatra.
Politik
adu domba Muso ini, pertama kali dilakukan di Solo. Peristiwa tersebut terjadi
pada tanggal 13 – 16 September 1948 antara pasukan Siliwangi dan pasukan yang
pro- PKI atau divisi IV yang telah terpengaruh oleh komunis.
Lebih
lanjut, pada tanggal 14 September 1948, Pesindo melakukan penyerangan terhadap
Barisan Banteng yang berada di Solo. Hal tersebut disebabkan Dr. Muwardi,
sebagai komandan dari Barisan Banteng menolak untuk bergabung dengan PKI.
Guna
mengatasi kondisi tersebut, pemerintah kemudian menunjuk Kolonel Gatot Subroto untuk
menjabat sebagai Gubernur Militer Surakarta, Pati, Semarang, dan Madiun.
Kemudian,
pada tanggal 17 September 1948, pasukan yang pro – PKI mundur dari wilayah Surakarta.
Namun, pada tanggal 18 September 1948, pasukan PKI merebut kota Madiun. Bahkan,
juga memproklamasikan berdirinya “Soviet Republik Indonesia”.
Dari
situlah, pemberontakan PKI Madiun di mulai. Pemberontakan tersebut dimulai
pukul 02.00 dan memusatkan sasaran pada markas CPM Siliwangi. Markas tersebut
berada di Jalan Dr. Cipto, Madiun.
Pada
tanggl 19 Septemberi 1948, PKI berhasil untuk menguasai markas SPDT, STM
Madiun. Selain itu, juga menguasai tangsi polisi, dan menangkap perwira TNI AD.
Bahkan, RRI Madiun yang berhasil dikuasai oleh PKI, dijadikan sebagai stasiun
penyiaran untuk propaganda PKI.
Sampai
akhirnya, pada hari yang sama, pukul 02.00, presiden Soekarno melakukan siaran
di RRI Yogyakarta. Dalam siarannya tersebut, Soekarno memaklumatkan keadaan
negara yang sedang dalam bahaya pada rakyat. Bahkan, presiden juga menegaskan
pada rakyat untuk memilih Soekarno – Hatta atau PKI – Muso.
Langkah
yang dilakukan pemerintah untuk menumpas PKI, pemerintah membentuk Komando
Operasi Penumpasan. Operasi tersebut di bawah pimpinan kolonel A.H. Nasution
yang pada saat itu sedang menjabat sebagai Panglima Markas Besar Komando Jawa
atau MBKD.
Dua
brigade Kesatuan Cadangan Umum Divisi III Siliwangi dan Brigade Surachman
segera diturunkan untuk melakukan penumpasan pemberontakan PKI. Dalam operasi
penumpasan tersebut, TNI Ponorogo berhasil menembak mati Muso.
Penembakan
tersebut terjadi pada tanggal 31 Oktober 1948. Kemudian, Amir Syarifuddin
tertangkap di daerah Ngrambe, Grobogan, Purwodadi.
sumber:
Supriatna,
N., dkk. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial
(Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi) untuk Kelas IX Sekolah Menengah Pertama.
Jakarta: Grafindo.